KOLAKAPOSNEWS.COM, Sorowako - Di atas lahan seluas setengah hektar di area konsesi PT Vale Indonesia Tbk, di Desa Sorowako, Kecamatan Nuha, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, berdiri sebuah tempat yang mengubah cara pandang masyarakat terhadap sampah. Bangunan terbuka beratap seng, dengan deru mesin pencacah dan hiruk-pikuk para pekerja memilah sampah menjadi pemandangan ikonik di dalamnya.
Segregation Plant atau lebih dikenal dengan sebutan Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS3R) ini adalah jantung dari gerakan pengelolaan sampah terpadu. Di salah satu sisi, tumpukan organik dijadikan pakan untuk ribuan larva maggot yang rakus mengurai sisa dapur. Di sisi lain, para pekerja memilah plastik, kardus dan botol, yang kemudian didonasikan ke tempat sampah milik pemerintah, seperti Bank Sampah Magani, Bank Sampah Induk Malili, Bank Sampah Wasuponda, dan Bank Sampah Desa Nikel, yang terletak di area operasional PT Vale.
Merekalah yang kemudian menggerakkan roda ekonomi sirkular, mengubah sampah menjadi penghasilan bagi masyarakat. Sementara limbah yang tak bisa didaur ulang, seperti limbah yang mengandung Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), dikembalikan ke pabrik pengelola pihak ketiga.
Alurnya, proses pengolahan limbah itu diawali dengan pengangkutan sampah di seluruh area kerja PT Vale di Sorowako, dan juga dari sampah masyarakat yang bermukim di sekitar wilayah operasional. Sampah kemuadian diantar dan dikumpulkan di area dumping, kemudian dipilah berdasarkan jenisnya.
Senior Manager Operation Environment & Reclamation Segregation Area PT Vale, M Firdaus Muttaqi menjelaskan, Segregation Plant adalah tempat pengelolaan limbah yang disesuaikan dengan jenis dan potensi daur ulangnya. "Jadi sampah yang kami kumpulkan, baik organik maupun anorganik serta B3 itu kita pisah semua. Disni (Segregation Plant, red) teman-teman bisa lihat, kurang lebih sekitar 500 hingga 700 kilogram sampah organik kami manfaatkan kembali," jelasnya.
Untuk limbah anorganik seperti plastik, botol, scrab atau metal, itu dipilah sehingga yang masih bernilai tinggi akan dikerjasamakan dengan Bank Sampah atau Bumdes, untuk nantinya menjadi sesuatu yang bernilai ekonomis.
"Plastik ini kami donasikan ke Bank Sampah setiap bulannya, dan Bank Sampah akan mengirim ke perusahaan penampung untuk didaur ulang. Jadi kapasitas disini 10 sampai 20 ton, tapi maksimalnya bisa sampai 30 ton perhari, yang bisa kami kelola," bebernya.
Untuk sampah organik selain dijadikan pakan maggot, sisa makanan dan kayu diproses untuk pembuatan pupuk kompos. Dimana sisa kayu dicacah menjadi serpihan kecil, dengan menggunakan mesin kemudian disimpan dan difermentasi menjadi pupuk kompos.
"Serbuk kayu ini sangat dibutuhkan dalam proses pemulihan vegetasi pasca tambang. Namun, kompos yang dihasilkan masih sedikit, baru sekitar 2,5 ton. Jadi karena masih sedikit sehingga kami pakai di Nursery," ungkapnya.
Menurut pria berkacamata ini, program ini sejalan dengan prinsip keberlanjutan yang diusung PT Vale Indonesia Tbk, dalam pengelolaan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat sekitar area operasional perusahaan. (wir)