Bapak dan Anak Didakwa Terima Suap Rp 6,798 Miliar
KOLAKAPOS, Kendari--Wali Kota Kendari periode 2012-2017 Asrun, dan anaknya, Wali Kota Kendari 2017-2022 Adriatma Dwi Putra, didakwa menerima suap Rp6,798 miliar untuk membiayai kampanye dalam pemilihan gubernur Sulawesi Tenggara.
"Terdakwa Adriatma Dwi Putra selaku penyelenggara negara bersama-sama dengan terdakwa Asrun dan Fatmawaty Faqih menerima hadiah uang sebesar Rp2,8 miliar dan Rp4 miliar karena telah menyetujui dan memenangkan perusahaan PT Sarana Bangun Nusantara (SBN) milik Hasmun Hamzah," kata Jaksa Penuntut Umum KPK Ali Fikri dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu.
Menurut jaksa Adriatma Dwi Putra menerima pemberian uang Rp2,8 miliar karena memenangkan perusahaan Hasmun dalam lelang pekerjaan pembangunan Jalan Bungkutoko-Kendara New Port tahun 2018-2020 serta mempermudah pelaksanaan pekerjaan proyek yang dilaksanakan PT SBN. Namun penyidik KPK hanya menemukan Rp2,798 miliar dari uang itu.
Sementara Asrun menurut jaksa menerima pemberian uang Rp4 miliar karena memenangkan perusahaan Hasmun dalam lelang pembangunan kantor DPRD Kendari tahun anggaran 2014-2017 dan pembangunan Tambat Labuh Zona III Taman Wisata Teluk Ujung Kendari Beach tahun anggaran 2014-2017.
Guna mengikuti pemilihan gubernur Gubernur Sulawesi Tenggara 2018-2023, Asrun menunjuk Adriatma dan mantan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Fatmawaty Faqih sebagai Tim Pemenangan Calon Gubernur Sultra Asrun dan Hugua, di antaranya untuk mengurusi dan mengumpulkan dana kampanye.
Setelah Fatmawaty Faqih pensiun, Asrun menunjuknya sebagai staf khusus nonformal dalam rangka membantu pengelolaan keuangan daerah.
Pada Februari 2018, Adriatma mengundang pemilik PT SBN Hasmun Hamzah ke rumah jabatan wali kota dan meminta Hasmum membantu membiayai kampanye Asrun dengan memberikan uang Rp2,8 miliar. Hasmun menyangupi menyerahkan uang pada 26 Februari 2018 karena mendapat proyek tahun jamak pembangunan Jalan Bungkutoko-Kendari New Port senilai Rp60,168 miliar.
Hasmun lalu memerintahkan account officer Bank Mega Kendari pada 19 Februari 2018 untuk menarik uang Rp1,5 miliar dalam pecahan Rp50 ribu yang baru, dengan tujuan supaya lebih ringkas dan orang-orang yang akan menerima uang dalam acara kampanye Asrun senang.
Hasmun lalu memerintahkan karyawannya di PT SBN Rini Erawati Sila untuk menarik uang kas Rp1,3 miliar, sehingga total seluruhnya Rp2,8 miliar.
Uang Rp1,5 miliar dari Bank Mega lalu diambil oleh Rini Erawati dan Hidayat pada 26 Februari 2018, dan dibawa ke rumah sekaligus kantor Hasmun di Kendari.
Selanjutnya uang digabung dengan uang yang berasal dari brankas PT SBN sebesar Rp1,3 miliar yang dibawa ke kamar orangtua Hasmun dan digabungkan dalam kardus, sehingga totalnya Rp2,8 miliar.
Wahyu Adee Pratama kemudian mengambil uang tersebut menggunakan mobil dan mengambil kardus berisi uang tersebut untuk dibawa ke rumah Ivan Santri Jaya, dengan kardus diganti kardus cokelat tulisan "Paseo".
"Beberapa hari kemudian uang itu diserahkan kepada penyidik KPK dalam kardus berwarna cokelat dengan tulisan Paseo dan dihitung dengan mesin penghitung uang jumlah seluruhnya Rp2,798 miliar," kata jaksa Ali Fikri.
Sedangkan untuk proyek kedua, pekerjaan pembangunan kantor DPRD Kendari tahun anggaran 2014-2017 dan pembangunan Tambat Labuh Zona III Taman Wisata Teluk Ujung Kendari Beach tahun anggaran 2014-2017.
Fatmawaty menawari Hasmun mengerjakan dua proyek tahun jamak 2014-2017, yaitu pembangunan gedung DPRD Kendari (Rp49,288 miliar) dan Tambat Labuh Zona III Kendari (Rp19,933 miliar). PT SBN pun ikut dan memenangkan kedua proyek itu.
Pada Juni 2017, Farmawaty mendatangi rumah Hasmun dan meminta commitment fee atas pelaksanaan dua proyek tersebut.
"Fatmawaty menyampaikan kepada terakwa dari setiap proyek pekerjaan di Kota Kendari dikenakan commitment fee sebesar 7 persen, dan saat itu Fatmawaty meminta terdakwa memberikan minimal Rp2 miliar, dan terdakwa berjanji memberikan Rp4 miliar," ujar jaksa Ali.
Selain Asrun dan Adriatma, KPK juga mendakwa Fatmawaty Faqih bersama-sama menerima suap senilai Rp6,798 miliar tersebut.
Ketiga terdakwa tidak mengajukan eksepsi (nota keberatan) atas dakwaan itu. Sidang dilanjutkan pada 25 Juli 2018.
Dalam perkara ini, jaksa sudah menuntut hakim menjatuhkan hukuman tiga tahun penjara kepada Hasmun. (p/hen)