Kekeringan dan Kebakaran Hutan Mengancam

  • Bagikan

KOLAKAPOS, Makassar -- Cuaca panas yang tengah berlangsung saat ini tergolong cukup ekstrem. Kondisi seperti ini diperkirakan akan berlangsung selama beberapa bulan ke depan. Prakirawan Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Wilayah IV Makassar Suswanto, mengatakan potensi kekeringan kini mengancam beberapa daerah di Sulsel. Seperti di Makassar, Gowa, Takalar, Jeneponto, Bulukumba, sampai Selayar. Bahkan di Jeneponto, Bantaeng, Bulukumba, dan Selayar sudah tak turun hujan selama dua bulan terakhir.

Di sejumlah daerah tersebut memiliki curah hujan yang sangat rendah dan suhu yang begitu panas. Curah hujan di daerah ini terhitung kurang, hanya sekitar 0 sampai 20 mm. Sedangkan suhunya cukup tinggi. Bisa mencapai 34 derajat celcius. “Bahkan yang kami catat, pada 20 Agustus lalu, suhu di Makassar lebih dari 35 derajat celcius. Itu sudah masuk kategori ekstrem,” kata Siswanto, kemarin.

Pada September nanti, lanjutnya, curah hujan di hampir semua wilayah Sulsel begitu rendah. Di Pare-pare, Barru, Soppeng, Pangkep, Maros, hingga Sinjai curah hujannya rendah di bawah 50 mm. Wilayah lainnya seperti Bone, Wajo, Luwu, Enrekang, Pinrang, Sidrap dan Palopo juga sama. Curah hujan rendah, antara 51 hingga 100 mm. Toraja, Roraja Utara, Luwu Utara dan Luwu Timur curah hujannya menengah, sekitar 101 sampai 150 mm.

Saat masuk Oktober, kondisi hampir serupa. Hanya wilayah Toraja dan Toraja Utara yang curah hujannya telah mencapai 200 mm. Itu pun masih dikategorikan menengah. Sedangkan Sulsel bagian selatan, pada September dan Oktober, curah hujan masih tetap rendah.

Kondisi kering ini diperkirakan akan terjadi hingga Oktober mendatang. Masih cukup panjang untuk terjadi hujan kembali yang diprediksi akan berlangsung pada November.

Selain kekeringan, Siswanto juga menghimbau untuk waspada akan kebakaran hutan. Hutan yang sewaktu-waktu bisa terjadi kebakaran adalah sekitar wilayah Pinrang, Luwu Timur, dan Luwu Utara. Ia mengimbau kepada masyarakat, jika nanti hujan kembali turun, masyarakat diminta untuk melakukan reboisasi. Karena apabila terjadi kekeringan lagi, masyarakat akan kekurangan air lagi. Terutama masyarakat yang bertempat tinggal di daerah yang tinggi.

Krisis Air Bersih

Musim kemarau yang tengah berlangsung saat ini telah memicu terjadinya krisis air bersih di Kota Makassar. Wilayah utara dan sebagian lagi timur kota sudah mengalami dampak dari kekeringan. Di Jalan Sultan Abdullah yang masuk di Kecamatan Tallo misalnya. Warga sudah mulai ekstra keras mengeluarkan tenaga dan keringat serta biaya untuk mendapatkan air bersih.

Mereka harus sabar antre berjam-jam menunggu giliran untuk mengisi jerigennya dengan air bersih. Jerigen tersebut diangkut dengan menggunakan gerobak besi. Satu jerigen dengan takaran 20 liter kemudian dijual dengan Rp600.

Air bersih diperoleh dari salah satu kantor yang berada di Jalan Sultan Abdullah Raya, tidak jauh dari kantor Lurah Buloa.

Di kantor pembiayaan modal itu masih terkoneksi jaringan pipa air bersih dari PDAM Kota Makassar. Dari situlah warga mengambil dan membeli air bersih untuk memenuhi keperluan sehari-harinya. Mendorong gerobak berisi jerigen air bersih seakan telah menjadi tradisi setiap tahun bagi warga yang tinggal di daerah pesisir utara kota. Bukan hanya orang dewasa. Tapi juga bagi anak-anak ketika mereka pulang dari sekolah. “Saya beli air di luar, kak. Mau pakai mandi dan masak air,” ucap salah satu bocah pembawa gerobak berisi jerigen air bersih, Senin siang (27/8).

Memasuki lorong 7, RT 02-RW 02, Jalan Sultan Abdullah 1, BKM bertemu dengan Nuraini. Warga yang sudah lebih 30 tahun tinggal di Tallo ini mengungkapkan, krisis air bersih di wilayahnya tak pernah bisa terselesaikan hingga saat ini. Tidak hanya musim kemarau, di hari-hari biasapun warga masih kesulitan mendapat air bersih dari PDAM Kota Makassar.

Adapun mobil tangki dari PDAM Kota Makassar mengantar air bersih ke warga-warga, pembagiannya tidak merata. Tetap masih banyak warga yang tidak kebagian. “Ada mobil tangki air bersih yang masuk kalau ditelepon. Juga kalau ada orang mau beli baru diantarkan. Itupun langsung diantarkan kepada orang yang telepon dan beli itu airnya. Jadi air bersih dalam mobil tangki dibeli. Ada yang gratis, tapi sedikit. Banyak yang tidak dapat dan kebagian,” cetusnya.

Ketimbang terlibat cekcok dengan warga lain penunggu air bersih dari mobil tangki, sebagian warga lebih memilih untuk membeli air bersih dan ikut antre di pagi hari mulai pukul 05.30 Wita. Jika tidak kebagian, bisa dilanjutkan di siang atau malam harinya. “Ini kan sudah mulai masuk musim kemarau. September sampai November nanti bisa lebih parah lagi. Masukpi musim hujan baru legaki karena banyakmi air. Ini sekarang sudah mulai antre dari pagi sampai malam,” tambahnya.

Selain air bersih dari PDAM Kota Makassar, ada warga sekitar juga menjual air dari sumur bor. Namun kualitasnya berbeda. Air dari sumur bor itulah yang biasanya dibeli warga ketika air bersih dari PDAM Kota Makassar habis untuk dijual. “Kalau air sumur bor lebih murah lagi harganya Rp2.000 per gerobak. Satu gerobak ada 12 jerigen. Satu herigen isinya 10 liter. Kalau air PDAM habis atau kering untuk dijual, alternatifnya beli air sumur bor. Baikji dipakai untuk minum dan mandi juga,” terang Nuraini.

Adapun warga lainnya, Indah mempertanyakan adanya beban biaya sebagai pelanggan PDAM Kota Makassar setiap bulan. Jumlahnya bervariasi. Ada sampai sebesar Rp20 ribu per bulan. Padahal pelanggan tidak mendapatkan air bersih dari PDAM. “Kita bayar beban setiap bulan, baru tidak dapatjaki juga air bersih. Tetapki beli air di luar. Jadi mending minta dicabut kilometer saja biar tidak bayar bebanmaki. Banyak warga yang mengeluh. Bahkan sudah ada yang mencabut kilometernya,” jelasnya. (bkm)

  • Bagikan