KOLAKAPOS, Kendari -- Sesuai dengan surat keputusan Pengadilan Negeri Kelas IA Kendari, bahwa 29 Agustus 2018 akan dilakukan penggusuran lahan yang ada di jalan Buburanda Kelurahan Korumba Kecamatan Mandonga Kota Kendari sebanyak 21 hektare. Eksekusi ini gagal dilaksanakan karena pihak kepolisian tidak melakukan pengamanan. Selain itu warga juga menilai bahwa pihak pengadilan telah kemasukan angin sehingga menerbitkan keputusan tersebut, karena putusan tersebut tidak ada dasar.
Kuasa Hukum Warga Jalan Buburanda Faisal Ahmad SH menjelaskan, bahwa tahun 1993 yang kemudian dikuatkan dengan Pengadilan Negeri Kendari 1994 secara administrasi memenuhi syarat untuk melakukan eksekusi lahan, akan tetapi objek sengketa lahan berdasar pada Hak Guna Usaha (HGU) telah berakhir pada tahun 1999. "Berdasarkan peraturan pemerintah HGU yang telah berakhir maka tanah tersebut akan kembali menjadi tanah negara dan yang menguasai tanah negara itulah pemiliknya," jelasnya saat ditemui di lokasi. Rabu, (29/08).
Kemudian yang jadi persoalan lanjutnya, HGU yang sudah berakhir dan tanahnya sudah dikuasai oleh pihak ketiga. Seharusnya pihak Pengadilan menerbitkan bahwa objek sengketa tidak dapat dieksekusi. "Tetapi entah kenapa tanpa didahului proses sidang eksekusi yakni mendahului sita pengosongan, Ketua Pengadilan sudah menerbitkan surat penetapan Eksekusi yang landasan berdasarkan HGU yang telah berakhir," tegasnya.
Selain itu Ia menjelaskan, dalam surat pemberitahuan eksekusi lahan, nama pihak sepenuhnya keliru, karena Pengadilan menuliskan La Sipala selaku Ketua Koperson. Jadi, mereka dalam hal ini Pengadilan mengirimkan surat antar Koperson dan Koperson, dan objeknya menyebutnya Keluharan Korumba. "Siapa yang mau dieksekusi di kelurahan Korumba ini. Jadi, tidak ada ketidakpastian. Harusnya menentukan titik titiknya untuk eksekusi lahan," tuturnya.
Bukan hanya itu, surat yang diterbitkan itu sudah pasti salah karena objek sengketa tidak ada kejelasan. Dalam setiap proses eksekusi surat pemberitahuan itu memberitahukan kepada tereksekusi tentang objek objeknya. Dalam Undang-Undang Koperasi hak suara dalam keanggotaan koperasi itu tidak bisa diwariskan. "Dalam hal ini pemohon eksekusi merupakan salah satu dari anak ahli waris," ucapnya.
Badan hukum Koperson 1993 dengan badan hukum yang mengajukan permohonan eksekusi mempunyai dua badan hukum yang berbeda. Itu yang perlu digaris bawahi karena sesuai dengan alat bukti yang ditemukan dalam sidang perlawanan seharusnya melampirkan hasil rapat anggota yang menyatakan bahwa kepengurusan dan ahli waris telah berubah. "Oh iya, kalau sudah berubah harusnya menunjuk orang orang ini," katanya.
Tetapi mereka yang ajukan dipengadilan adalah akta pendirian badan hukum koperasi itu yang baru, jadi mereka tidak punya legal standing untuk mengajukan Kepengadilan. Seharusnya pengadilan menilai hal itu, tapi pihaknya tidak tahu apa motif dibalik ini semua. "Kami hanya berharap eksekusi hari ini gagal, karena warga sudah puluhan tahun tinggal di jalan Buburanda dan mereka memiliki legal kepemilikan tanah," paparnya.
Saat ditanya warga menduga bahwa pihak Pengadilan Negeri Kendari telah kemasukan angin. Ia menuturkan tidak tahu pasti soal itu. Namun, proses ini telah menyalahi prosedur. "Ada hal hal yang dilewati sehingga bisa kita menduga duga demikian. Yang jelas permohonan eksekusi dan bantuan keamanan kepada pihak kepolisian itu tidak dilengkapi dengan data data objek sengketa, tidak dilengkapi dengan kordinat kordinat batas untuk menentukan titik rawan dalam pelaksanaan eksekusi. Hal ini sangat aneh karena tidak didukung dengan dokumen lengkap," jelasnya.
Ketua pengadilan menerbitkan surat keputusan eksekusi sejak Januari dan baru berupaya melaksanakan tanggal 29 Agustus. Dan itu merupakan hari terakhir berkantor. Jadi, menurutku, apapun yang terjadi dalam eksekusi ini dia, (Ketua Pengadilan, red) tidak bertanggung jawab.
Terpisah Pengacara pihak Kopperson (Koperasi Perikanan Perampangan Soananto) Dasman, hari ini Rabu, 29 Agustus rencananya akan dilakukan eksekusi lahan di Jalan Buburanda, namun gagal, karena pihak kepolisian dalam hal ini Polres Kendari tidak melakukan pengamanan. "Alasannya mereka, (Polisi, red) terlebih dahulu akan mempelajari datanya, kalau sudah terpenuhi baru akan melakukan pengamanan," imbuhnya.
Sebenarnya lanjutnya pihak kepolisian tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan itu, karena pihaknya hanya meminta bantuan pengamanan. Dan Pengadilan sendiri akan menerbitkan kembali surat keputusan eksekusi lahan, jika kepolisian sudah siap mengamankan. "Kami tidak tahu pasti kapan kesiapannya kepolisian, namun akan tercipta keamanan suatu daerah maka kepolisian harus menjamin kepastian hukum," tutupnya.
Salah seorang warga juga sekaligus Mantan Ketua Wahana Lingkungan (Walhi) Sultra jalan Buburanda Kadar Sianta, pihaknya menduga Pengadilan Negeri Kelas IA Kendari telah kemasukan angin dari pihak pihak tertentu, sehingga menerbitkan surat keputusan eksekusi lahan di jalan Buburanda. "Kami siap mati, jika lahan kami ini dieksekusi," ucap ketua generasi penerus pancasila indonesia (GPPNI) (p2/hen)