Kunjungan Media di Tambang PT.Vale Sorowako

  • Bagikan
Kades Nikkel, Basar Jalali Tosalili, saat membersihkan tanaman herbalnya

Pengelolaan Profesional, Jalankan Kemitraan Tiga Pilar

Pertambangan dan kerusakan lingkungan adalah identik, satu hal yang tidak dapat dipisahkan. Contoh nyata terpampang pada banyak kisah kota mati pasca penambangan, meninggalkan lubang masif dan kerusakan lingkungan parah. Pertambangan digeneralisir sekedar mengincar kekayaan sumberdaya alam tak peduli daya dukung alam. Tak kalah pelik, kisah masyarakat lokal yang kian miskin karena kehilangan daya dukung ekonomi setelah lingkungannya rusak parah ditambang, pun tak lagi asing di telinga. Namun, jika pertambangan dikelola profesional, menjaga kelestarian lingkungan dan menggalakkan pemberdayaan masyarakat, maka jalan terang menanti. Pengelolaan profesional itu terlihat saat kunjungan media pada PT.Vale Indonesia, Sorowako.

Mirwanto Muda, Kolaka

Pada banyak izin usaha pertambangan, realitas hitam pertambangan masih sering dijumpai. Tak heran, banyak warga menolak masuknya pertambangan di wilayah mereka. Kasus terbaru terjadi di kabupaten Konawe Kepulauan, Sulawesi Tenggara, masyarakat berbondong-bondong menolak masuknya investasi pertambangan karena dituding akan menghancurkan lahan dan mata pencaharian warga sekitar lokasi tambang. Belum juga beroperasi, warga kadung paranoid dengan pertambangan yang dianggap hanya mengeruk lahan tanpa memperhatikan kepentingan warga.

Tapi, tidak semua perusahaan tambang berkonflik dengan warga sekitar. Jika pemberdayaan masyarakat dilaksanakan dengan baik, maka kehadiran perusahaan tambang akan menjadi mitra sekaligus pendorong peningkatan ekonomi warga.

Salah satu contohnya di desa Nikkel, kecamatan Nuha, Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Desa itu hanya berjarak sekitar tiga kilometer dari lokasi pabrik nikel milik PT.Vale. Hidup berdampingan dengan aktivitas pertambangan, bukannya mematikan kehidupan desa, justru desa yang berpenduduk sekitar lima ribu jiwa ini, mulai dikenal sebagai penghasil tanaman herbal dan produsen obat herbal.

Melalui program kemitraan PT.Vale, Kepala Desa Nikkel, Basar J Tosalili memberdayakan sejumlah ibu rumah tangga di desa, mereka menyulap salah satu lokasi di sudut desa menjadi taman herbal dan produksi obat-obatan herbal. Lahan yang dulunya penuh sampah dan kotoran ternak, setelah dikembangkan melalui pendampingan PT.Vale, kini menjadi sebuah lahan produksi yang prospeknya menjanjikan.

Lebih dari 163 jenis tanaman herbal dikembangkan dan kemudian diolah serta dikemas menjadi obat herbal yang berkhasiat menyembuhkan berbagai penyakit. Tanaman herbal yang dibudidayakan seperti kunyit, sambiloto, Jahe, mahkota dewa, bawang hutan, daun mangkok, sirih, cinak duri, pucuk kuda, daun dewa dan jenis lainnya. "Bahkan dokter disini menyarankan untuk berobat dengan obatan-obatan herbal hasil produksi kami, bahkan berbagai tamu dari luar juga sering datang dan sudah merasakan khasiat dari tanaman herbal yang kita olah," terang Basar, sambil membersihkan beberapa tanaman herbal yang ditumbuhi rumput dimedia tanamnya.

Kemitraan desa dengan PT.Vale tersebut mulai diinisiasi pada tahun 2016. Selain mendampingi melalui penyuluhan, PT.Vale juga turut menyediakan pupuk organik dan penambahan bibit tanaman herbal baru dari berbagai daerah di Indonesia.

Desa Nikkel hanya salah satu desa binaan PT.Vale dibidang pengembangan masyarakat. Desa ini menjadi salah satu pengejawantahan dari sekian banyak kemitraan PT. Vale dalam menjalankan program pemberdayaan berbasis jangka panjang, kemitraan tiga pilar, pemerintah, perusahaan, dan masyarakat.

Karena, tidak hanya memberdayakan masyarakat, perusahaan tambang juga dituntut untuk membuktikan keseriusannya menjaga keseimbangan lingkungan dan kelestarian ekosistem agar tidak mengganggu kelangsungan peradaban di satu wilayah.

Menilik kebelakang, Juni tahun ini, Sultra diterjang bencana banjir. Di kabupaten Konawe Utara, banjir mulai mengepung sejak awal hingga pertengahan Juni. Terdapat tujuh kecamatan yang terendam banjir dan menyebabkan 18.765 warga terdampak. Banjir menyebabkan 370 unit rumah hanyut dan 1.837 unit terendam air.

Pusat Penginderaan Jauh Lembaga Penerbangan dan Antarariksa Nasional (LAPAN) menduga alih fungsi lahan menjadi perkebunan dan pertambangan menjadi dalang banjir. Citra satelit LAPAN menunjukkan terjadi alih fungsi lahan secara signifikan sejak 2013 hingga 2018.

Pada sistem pertambangan terbuka, selalu ada konsekwensi penggundulan lahan. Namun seperti disyaratkan dalam perundangan, reklamasi lahan sapat menjadi salah satu solusinya. Pada konsesi PT.Vale juga terdapat hal serupa, lahan yang tengah digarap, terlihat gundul. Namun tepat disebelah areal yang tengah digarap tersebut, revegetasi terlihat mulai menghijaukan lahan bekas garapan.

[caption id="attachment_83049" align="alignnone" width="1280"] Poses pembibitan tanaman di Nursery Pt. Vale[/caption]

Untuk reklamasi dan revegetasi, PT.Vale membuktikan keteguhan komitmennya untuk kelangsungan lingkungan dan peradaban dalam menjalankan praktik kegiatan penambangan dengan melaksanakan praktik-praktik terbaik didukung penerapan teknologi ramah lingkungan. Misalnya saja membangun area pembibitan atau yang diberi nama Nursery oleh PT.Vale.

Areal sekira dua hektar di konsesi PT.Vale, dibangun menjadi pusat pengembangan bibit tanaman untuk menunjang reklamasi lahan. Nursery memiliki nilai yang begitu penting bagi kelangsungan keanekaraman hayati di wilayah pasca tambang PT.Vale. Karena ditempat itu, ada sekitar 65 jenis bibit dipelihara dan dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan revegetasi kawasan yang telah digarap, dengan kapasitas produksi bibit hingga 700 ribu pertahun. "Lebih dari 65 jenis tanaman kami kembangkan disini dengan kapasitas bibit yang siap tanam kita sesuaikan dengan kebutuhan lahan, kalau di rata-ratakan paling rendah 250 dan paling tinggi bisa mencapai 700 ribu bibit pertahunnya," papar Andri Ardiansyah, Reforetation Engineer PT. Vale.

Berbagai jenis tanaman itu sebagian besar didapatkan dari hasil pengumpulan sebelumnya di lokasi area penambangannya di Sorowako yang sebagiannya juga merupakan jenis tumbuhan lokal ataupun endemik Sulawesi Selatan. Selain itu, ditempat yang luasnya sekitar dua hektar tersebut juga di kembangkan tanaman pionir (tanaman perintis) untuk mendukung kegiatan penghijauan kembali pasca tambang PT. Vale seperti kayu Sengon dan Casuarina.

Vitalnya nursery terlihat dari sumbangannya terhadap rekalamasi lahan PT.Vale yang telah diolah sejak 1968. Dari 6.139 hektar lahan yang telah ditambang, PT.Vale telah melakukan reklamasi pada lahan seluas 4.211 hektar. Seluruh bibit untuk reklamasi itu berasal dari nursery.

Andri Ardiansyah menjelaskan, butuh teknik dan metode spesifik, serta ditunjang SDM dan peralatan memadai untuk memaksimalkan keberhasilan reklamasi. Pertama, lahan tambang yang telah digarap ditata, lalu ditutup dengan top soil yang segar, kemudian membuat lubang tanam, dan diberi pupuk organik kualitas terbaik.

Untuk menjaga area bekas tambang yang telah ditanam ulang dari erosi lapisan tanah atas, dilakukan pula penanaman rumput dan kacang-kacangan yang tidak menjalar. Metode itu berjalan sempurna yang dibuktikan dengan tidak adanya endapan tanah akibat erosi saat hujan pada kolam penampungan yang terletak dikaki bukit yang tengah direvegetasi itu.

Bukan hanya reklamasi, perhatian terhadap kualitas lingkungan oleh PT.Vale, sampai pada tahap pemurnian limbah cair. Hal itu untuk memastikan agar limbah cair yang dihasilkan dari proses smelter di Sorowako tidak menjadi beban lingkungan dan manusia sekitar. Senior Designer Hydrology PT.Vale Indonesia Sorowako, Aguspida menjelaskan, dibuat 110 kolam pengendapan air. "Kita membuat kolam-kolam pengendapan dengan tujuan membuat air limbah dari pabrik menjadi jernih, sehingga air limpasan tambang dari pabrik itu tidak langsung dibuang ke danau, harus melalui tujuh tahapan atau rangkaian pengedapan, dan kurang lebih kita punya 110 kolam pengendapan air," papar Aguspida.

Beberapa alat berat terlihat mengeruk kolam-kolam pengedapan yang tidak jauh dari lokasi semelternya itu. Aguspida mengatakan jika kolam telah terisi hingga 80 persen dari daya tampungnya, akan dilakukan pengerukan endapan untuk dibuang ke disposal.

[caption id="attachment_83050" align="alignnone" width="1280"] Salah satu kolam pengedapan limbah cair PT. Vale[/caption]

Bahkan sebelum dilepas ke danau Matano, air-air yang sudah melewati tujuh rangkaian penjernihan itu, selalu dilakukan pengecekan dan pengambilan sample air setiap harinya dengan sitem auto sampler, untuk memastikan kandungan airnya sudah bebas dari limbah tambang dan aman bagi manusia dan lingkungan sekitar. "Kita tidak akan berani melepasnya ke danau kalau tidak sesuai ambang batas atau baku mutu limbah cair yang ditentukan, karena air itu juga kita sendiri manfaatkan untuk keperluan sehari-hari, masyarakat dan karyawan vale termasuk saya, jadi kalau tidak sesuai saya tidak akan lepas ke danau," ungkapnya.

Prinsip perusahaan berkode saham INCO untuk menerapkan operasi tambang berkelanjutan yang ramah lingkungan, ditunjukkan dari pergantian mesin boiler senilai 3,9 juta dolar Amerika. Boiler yang dioperasikan sejak Mei 2019 itu diklaim bebas emisi karena sumber penggeraknya dari Pembangkit Listrik Tenaga Air perusahaan. Boiler tersebut menggantikan boiler sebelumnya yang menggunakan bahan bakar HSFO (high sulfur fuel oil).

Selain ramah lingkungan, Senior Manager Communications PT Vale, Suparam Bayu Aji mengatakan kinerja boiler tersebut juga lebih efisien dan efektif dalam proses pengolahan bijih nikel. "Juga efisien dan efektif, mampu memproduksi uap dalam tempo hanya 10 menit dari kondisi warm, Sedangkan boiler model sebelumnya perlu beberapa jam. Di sisi lain, biaya operasional boiler baru ini lebih ekonomis 33 kali dibanding model sebelumnya atau dapat menghemat sekitar 5 juta dollar AS per tahun," jelasnya. (***/ema)

  • Bagikan