KOLAKAPOSNEWS.COM, Tirawuta -- Pengurus Nahdlatul Ulama (NU) kabupaten Kolaka Timur (Koltim) bersama pengurus Mejelis Ulama Indonesia (MUI) Koltim secara bersama-sama mendeklarasikan Pemilu damai dan demokratis. Deklarasi tersebut dilaksanakan di pelataran Masjid Nurul Yakin, Kelurahan Atula, Kecamatan Ladongi, Koltim, Kamis (25/6). Pelaksanaan deklarasi dipimpin langsung oleh Ketua NU Koltim, Ustad Irwan Firdaus bersama dengan Ketua MUI Koltim, H. Jamaluddin dan dihadiri oleh para ketua NU kecamatan se-kabupaten Koltim.
Ketua NU Koltim, Ustad Irwan Firdaus mengatakan, menjelang pelaksanaan Pilkada serentak yang akan digelar pada 9 Desember 2020 nanti dan Koltim menjadi salah satu daerah yang akan melaksanakan pesta demokrasi tersebut, maka NU memandang harusnya Pilkada dapat dijadikan sebagai sarana pemersatu umat, bukan menjadi sebagai ajang pertarungan antar kandidat yang dapat memecah belah persatuan masyarakat.
"Bahwa masalah politik adalah hak setiap warga negara untuk memilih calon pemimpin dan mendukung calon pemimpin yang akan berkontestasi di Pilkada, dengan tetap berpedoman dengan niat dan ahlak yang baik serta mulia. Namun, Nahdatul Ulama secara organisasi setiap pelaksanaan pesta demokrasi selalu bersikap netral guna menjaga silaturahim dan yang terpenting adalah menjaga persatuan umat," kata Ustad Irwan Firdaus.
Menurutnya, deklarasi Pemilu damai dan demokratis penting dilaksanakan untuk menjadi corong informasi dan himbauan kepada masyarakat. Tujuannya, untuk memberikan gambaran tetang pentingnya menjaga daerah yang damai dan tetap kondusif khususnya pada saat pelaksanaan Pilkada. "Kami mendorong ormas Islam dan ormas agama lainnya, untuk bersama sama meningkatkan kualitas Pemilu yang bermartabat," ujarnya.
Dalam deklarasi tersebut terdapat beberapa poin penting yang ditekankan pengurus NU. Pertama, menjadikan Pilkada sebagai ajang pemersatu bukan sebagai ajang pertarungan antar kedua kubu yang dapat memecah belah persatuan masyarakat. Kedua, menjadikan Pilkada sebagai ajang untuk bersinergi bersama-sama dalam membangun persatuan antar masyarakat, bukan dijadikan sebagai ajang untuk saling mendominasi satu kelompok atau golongan tertentu. Ketiga, bersama-sama menjadikan Pilkada yang bermartabat dengan tidak memberikan atau menyebarkan berita hoaks, isu suku, agama, ras dan antargolongan (SARA), kampanye negatif, atau bahkan kampanye hitam.
"Kemudian menghindari terjadinya konflik antar ormas menjelang Pemilu, dan mendorong ormas berperan aktif meningkatkan kualitas demokrasi pasca Pemilu dan mengawal setiap proses Pilkada, guna melahirkan kebijakan-kebijakan yang berdampak langsung bagi kehidupan rakyat secara umum. Menghindari agama dijadikan sebagai alat tunggangan politik dan menolak tempat ibadah menjadi sarana dalam berpolitik, dalam hal ini menjadikan masjid untuk sarana kampanye dukung mendukung calon atau bahkan untuk mencaci maki calon lain," tandasnya. (kal)