Gas Bumi Segera Mengalir untuk Industri di Jabar

  • Bagikan
KOLAKAPOS, Jakarta--Persoalan gas bumi ternyata tidak hanya pada penurunan harga untuk sektor industri, tetapi juga sebaran jaringan gas. Salah satu kawasan yang membutuhkan jaringan gas (jargas) industri dalam jumlah besar adalah Jawa Barat. Saat ini, ada ketidakseimbangan antara permintaan dan suplai gas. Dirjen Migas Kementerian ESDM Wiratmaja Puja mengatakan, pertumbuhan industri di Jawa Barat tumbuh pesat. Gas yang lebih murah daripada bahan bakar fosil pun menjadi favorit. Menurut Wiratmaja, pemerintah sudah memahami kondisi itu dan punya niatan untuk menyambung jargas industri lebih banyak lagi. ’’Kami akan terus mendorong pembangunan infrastruktur,’’ ujarnya. Merujuk data Kementerian ESDM, pertumbuhan industri dan permintaan gas di Jawa Barat sudah sama seperti Jawa Timur dan Kalimantan Timur. Beberapa contoh industri yang mengalami peningkatan permintaan gas bumi adalah Pupuk Kujang.  Selain itu, permintaan gas untuk industri di Bandung juga terus meningkat. Namun, belum ada infrastruktur pendukung.Dengan demikian, permintaan belum sepenuhnya dapat dipenuhi. Yang juga perlu mendapat perhatian adalah perkembangan industri di Jawa Barat bagian timur. ’’Kami mendorong Pertamina dan PGN untuk membuat pipa ke Bandung. Saat ini sudah memasuki tahap feasibility study,’’ jelasnya. Untuk memasok gas ke Jawa Barat bagian timur, Kementerian ESDM akan mendorong pembangunan pipa gas dari Muara Tawar, Muara Karang menuju Tegalgede. Saat ini, lanjut Wiratmaja, Pertamina dan PGN sedang membangun pipa tersebut. Sementara ini, pasokan gas ke industri-industri itu dilakukan lewat tabung. Gas yang digunakan adalah compressed natural gas (CNG). ’’Untuk meningkatkan suplai, kami juga mendorong PHE ONWJ (Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java, red) untuk meningkatkan produksi,’’ katanya. Wiratmaja menambahkan, permintaan gas yang meningkat menjadi pertanda bagus. Sebab, berbeda dengan BBM yang sebagian harus impor, gas seluruhnya dihasilkan dari dalam negeri. Selain itu, gas juga ramah lingkungan dan harganya lebih murah dibandingkan BBM. Data Kementerian ESDM menunjukkan pertumbuhan pasar yang tinggi menyebabkan peningkatan defisit gas di seluruh Indonesia. Daerah yang terbesar mengalami defisit adalah Jawa Barat. Pada 2013, defisitnya mencapai 635 mmscfd. Defisit itu diperkirakan terus meningkat menjadi 1.450 mmscfd pada 2020 dan 2.009 mmscfd pada 2025. Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Rinaldy Dalimi menambahkan, upaya Ditjen Migas untuk mendorong pembangunan infrastruktur harus didukung. Permintaan industri yang sudah tinggi, harus dibarengi pembangunan infrastruktur. Namun, dia juga meminta Kementerian ESDM agar cermat melihat kondisi di lapangan. Jika lokasinya berdekatan dengan sumber gas, akan lebih mudah karena cukup menambah pasokan. Namun, jika lokasinya jauh, maka tidak cukup dengan menambah pasokan. ’’Kalau jauh, mau tidak mau ya harus dengan penambahan infrastruktur,’’ kata Rinaldy.(jpnn)
  • Bagikan