Projo Optimistis PP Minerba Baru Jadi Solusi Realistis

  • Bagikan
KOLAKAPOS, Jakarta--Para relawan pendukung Joko Widodo yang tergabung dalam organisasi Projo mendorong pemerintah meneruskan kebijakan tentang hilirisasi mineral sebagaimana menjadi amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Menurut Ketua Umum Projo Budi Arie Setiadi, pemerintah Presiden Joko Widodo tak usah menggubris berbagai protes atas kebijakan baru di bidang pertambangan minerba. Baru-baru ini pemerintah memang menerbitkan peraturan baru di bidang pertambangan mineral. Ada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017 yang merevisi PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba. PP baru itu menegaskan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba yang mewajibkan investor asing pemegang izin usaha pertambangan (IUP) dan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) untuk melakukan divestasi saham sampai 51 persen secara bertahap. Selain itu, PP baru tersebut juga mengatur harga patokan penjualan minerba, sekaligus mewajibkan pemegang kontrak karya untuk merubah izinnya menjadi rezim perijinan pertambangan khusus operasi produksi. Budi mengatakan, industri pertambangan mineral di Indonesia merupakan hal vital karena menguasai hajat hidup banyak orang. Menurutnya, selama ini pemerintah menghadapi tantangan yang sangat besar untuk bisa membuat kebijakan yang selaras dengan amanat UUD 1945 Pasal 33 ayat 3 tentang bumi, air, dan seluruh kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. “Negara dalam hal ini pemerintah sudah seharusnyanya mengambil peran sentral dalam pengelolaan usaha pertambangan mineral dengan menghadirkan kebijakan-kebijakan pro-rakyat yang sesuai dengan program Nawacita dan Trisakti demi terwujudnya kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia,” ujar Budi. Hanya saja, kata mantan aktivis mahasiswa itu, ada hambatan-hambatan yang muncul dalam implementasi hilirisasi mineral. Misalnya, ada keengganan para pelaku usaha pertambangan untuk membangun fasilitas pemurnian (smelter). Selain itu, mandeknya program divestasi saham telah menciptakan kebuntuan yang harus segera mendapatkan jalan keluar dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan. Karenanya Budi menganggap PP Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba yang dilengkapi Peraturan Menteri ESDM Nomor 5 dan 6 Tahun 2017 telah memberi arah yang jelas bagi terwujudnya cita-cita konstitusi. Menurutnya, PP Nomor 1 Tahun 2017 telah menutup opsi bagi pemegang kontrak karya untuk melakukan ekspor bahan mentah. Sementara kesempatan selama lima tahun bagi pemegang kontrak karya untuk membangun fasilitas pemurnian (smelter) sebagai amanat UU Minerba ternya tidak termanfaatkan dengan baik hingga habis waktunya di tahun 2014. Pemerintahan Jokowi sempat memberi toleransi berupa 3 tahun masa relaksasi atas ketentuan UU Nomor 4 Tahun 2009. Namun, kebijakan itu telah usai per 11 Januari 2107. Hanya saja, kata Budi, situasi tidak banyak berubah. “Smelter tidak terbangun. Divestasi saham tidak terlaksana,” tegasnya. Karenanya Budi meyakini kebijakan baru pemerintah sebagaimana tertuang dalam PP Nomor 1 Tahun 2017 yang memberi ruang bagi pemegang kontrak karya untuk bisa melakukan ekspor konsentrat selama maksimal lima tahun ke depan namun dengan syarat-syarat tertentu merupakan solusi. Syarat yang diatur dalam PP itu pun tidak mudah. Budi menegaskan, merujuk pada PP Minerba baru maka harus ada perubahan status dari kontrak karya menjadi izin usaha pertambangan khusus operasi produksi (IUPK OP) dengan konsekuensi membangun fasilitas pemurnian (smelter) dan melakukan divestasi saham kepada pemegang saham Indonesia sebesar 51 persen di tahun kesepuluh sejak tebitnya PP ini. “Kebijakan ini kami nilai sebagai jalan keluar yang realistis dan memberi rasa aman kepada seluruh stakehoder dan memutus polemik berkepanjangan mengenai tata kelola industri pertambangan mineral. Projo juga meyakini kebijakan ini akan menghadirkan pada tata kelola minerba yang berpihak pada konstitusi dan kedaulatan bangsa,” ujar mantan wartawan itu. (ara/jpnn)
  • Bagikan