Masyarakat Salah Kaprah Soal Garam Industri?
KOLAKAPOS, Jakarta--Kebijakan pemerintah membuka kran impor garam untuk industri masih menjadi polemik di kalangan petani garam.
Hal itu diduga karena kurangnya informasi tentang tujuan impor garam yang masuk dan akan digunakan sebagai bahan baku industri.
“Sederhananya, untuk industri yang dicari adalah mineralnya (Natrium Klorida), sementara untuk bumbu, yang dicari adalah rasa asinnya," ujar Sekretaris Maritime Society Agust Shalahuddin.
Adapun pengguna garam industri adalah industri chlor alkali plant (CAP), farmasi, dan Industri Non CAP seperti perminyakan, pengasinan ikan, kulit, tekstil, sabun dan lain-lain.
Karena itu, hasil produksi garam rakyat masih belum mampu memenuhi kualitas garam industri. Penyebabnya macam-macam, kata founder jurnal Maritim ini salah satunya adalah rendahnya salinitas air laut di sentra-sentra produksi garam di Indonesia.
"Untuk mencapai standar garam industri, diperlukan proses pengolahan lebih lanjut yang tidak murah. Masyarakat tidak perlu khawatir karena peruntukkan garamnya memang berbeda," kata Agust.
Apakah garam industri bisa digunakan untuk konsumsi?
Menurut Agust, bisa saja, tapi tidak semudah itu. Salah satunya adalah karena garam konsumsi harus mengandung yodium sesuai persyaratan yang ditetapkan oleh Kemenkes RI.
Selain itu, industri pengguna garam tentu tidak mau melepas bahan bakunya ke pasar konsumsi karena secara bisnis tidak menguntungkan.
Hal tersebut disampaikan Agust menanggapi aksi penolakan garam impor oleh Petani Garam Madura di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya beberapa waktu lalu.
Seperti diketahui, PT Mitra Tunggal Swakarsa mengimpor garam dari Australia untuk kebutuhan industri pengasinan ikan, namun petani mencurigai garam tersebut akan didistribusikan sebagai garam konsumsi.
“Perlu diketahui, pengguna garam terbesar adalah industri, bukan manusia. Industri kimia mengkonsumsi 60 persen dari produksi garam dunia. Manusia cuma sekitar 20 persennya," ungkap Agust.
Dalam industri pengasinan ikan, garam digunakan untuk pengawetan ikan. Kadar NaCl nya minimal sekitar 95 persen. Makin tinggi kadar NaClnya maka makin baik proses pengawetannya.
Namun, untuk melindungi produksi garam domestik, Agust setuju perbaikan terhadap mekanisme yang mampu memastikan garam industri impor tidak merembes ke pasar konsumsi. Saat ini, pemerintah menggunakan instrumen ijin impor garam yang mencakup volume dan kualitas.(jpnn)