Sebagai pupuk ataupun racun, faktanya, bahan kimia lama kelamaan malah akan merusak kondisi tanah. Tentu saja itu adalah ancaman nyata yang sayangnya, belum disadari sepenuhnya oleh petani.
Namun, Indah, salah seorang petani di desa Puuroda, kecamatan Baula, Kolaka berhasil keluar dari jeratan itu. Ia mengikuti pelatihan pembuatan kompos oleh PT Vale, menerapkannya, hingga kini mampu memproduksi hingga tujuh ton sekali produksi. Tak cuma mengembalikan kesuburan tanah dan menghasilkan tanaman yang segar, kompos produksinya juga bernilai ekonomis.
Nawir, Kolaka
Indah Susanti masih sibuk membolak balik gundukan material mirip tanah di hadapannya. Terkadang ia berdiri gontai dengan menjadikan cangkulnya sebagai tumpuan. Beberapa kali pula ia menghela napas dan menyeka keringat menggunakan jilbab biru yang ia kenakan. Tatkala melihat saya terus memperhatikannya, ia mulai berhenti perlahan dan tersenyum simpul. "Capek juga pak. Tapi beginilah yang saya lakukan
untuk memastikan komposnya sempurna," kata Indah.
Material menyerupai tanah itu, adalah gundukan kompos yang sedang melalui tahap pembalikan. Satu tahun sudah Indah melakoni aktivitasnya itu. Berdua dengan suaminya, Agus Sutrisno, ia mengolah limbah dan gulma menjadi pupuk kompos dengan nilai ekonomis yang lebih dari cukup untuk membantu perekonomiannya. Bagaimana tidak, saat ini kompos produksinya tidak saja telah melayani 20 petani yang menjadi mitra binaan PT Vale, tapi juga sudah punya pelanggan di Mowewe, Kolaka Timur. Secara konsisten Indah dan suaminya mampu menghasilkan tujuh ton kompos dalam sekali produksi.
Padahal awalnya, kompos adalah hal asing bagi Indah. Ia seperti petani konvensional lainnya yang mengandalkan intervensi bahan kimia untuk meningkatkan produksi pertanian. Namun ibu tiga anak ini menyaksikan, semakin lama tingkat produktifitas lahannya malah kian menurun. "Jadi dari dulu kami beharap terus dari racun yang dibeli," katanya.
Perkenalannya dengan kompos dimulai ketika ia mengikuti sosialisasi oleh konsultan mitra PT Vale di desa Puuroda. Karena tertarik, ia kemudian mengikuti pelatihan pembuatan kompos PT Vale. Iapun tidak langsung berhasil. Hambatan yang ia alami cukup menguji konsistensinya dan mengubah mindset dari mengandalkan pupuk kimia yang instan, menjadi kompos yang butuh persiapan lebih lama. "Awalnya produksi pertama saya belajar, hanya mampu sekitar satu ton per pembuatan, sekarang bisa tembus tujuh ton," ungkapnya. "Selama belum ada pendampingan dari PT Vale, kami tidak tahu sama sekali membuat pupuk organik karena belum tahu ilmunya. Nah, setelah ada pendampingan (dibekali ilmu pembuatan pupuk organik, red) dari PT Vale, kita diajarkan menyayangi alam, memperbaiki tanah. Alhamdulillah, selama ada pendampingan (PT Vale, red) kami sudah lepas dari racun kimia," jelas Indah.
Untuk menghasilkan kompos dengan komposisi ideal, Indah mengaku mendapat support yang besar dari suaminya. Sebab, beberapa bahan yang ia butuhkan, cukup berat untuk diadakan sendiri, misalnya batang pisang dan kotoran hewan. Sedangkan bahan lainnya seperti jerami, sekam dan gulma rerumputan ia bsia peroleh dari sekitar rumah maupun dari para petani di lingkungannya. "Kalau kohe (kotoran hewan) itu
kita beli. Campurannya itu kohe 30 persen, serat 20 persen, batang pisang 20 persen serta sisanya hijauan, dengan tahap pembalikan empat kali yang dikerjakan secara manual," beber wanita kelahiran Puuroda 1982 ini.
Usaha Indah dan suaminya kini mulai eksis, dengan didirikannya rumah kompos yang mereka beri nama Organik Itu Indah. Rumah kompos yang berada di desa Puuroda, kecamatan baula, Kolaka tersebut dapat menjadi rujukan petani untuk memperoleh pupuk kompos. Sebab menurut Indah, kompos produksinya telah digunakan oleh 20 petani di Baula pada tanaman padi dan sayuran.
Tidak cuma menguntungkan secara ekonomi, penggunaan kompos terang Indah, juga dapat meningkatkan produktifitas lahan. Kompos merupakan pupuk yang berasal dari bahan organik. Secara alami, kompos terbentuk dalam waktu yang sangat lama di alam, intervensi manusia dengan sentuhan teknologilah yang membuat prosesnya menjadi relatif cepat, hanya empat hingga enam minggu.
Mengenang apa yang diterimanya saat pelatihan pembuatan kompos, Indah mengungkapkan, selain sebagai pupuk, kompos juga berguna untuk meningkatkan daya ikat tanah terhadap air, sehingga dapat menyimpan air tanah lebih lama. Ketersediaan air di dalam tanah dapat mencegah lapisan kering pada tanah. Penggunaan kompos bermanfaat untuk menjaga kesehatan akar, serta membuat akar tanaman mudah tumbuh.
"Kalau dulu harus rutin disiram, karena terhambur (keluar dari bedengan, red) airnya ketika disiram, tapi setelah pakai kompos itu air yang dipakai lebih sedikit karena ketika disiram tanaman maka airnya menyerap bagus di tanah. Apalagi manfaat dari sayur organik itu punya rasa tersendiri, jadi petani dan konsumen sama-sama dapat sehatnya, karena jujur saja kalau dulu itu kami sendiri takut makan sayur karena serba bahan kimia," ungkap istri Agus Sutrisno ini.
Berdasarkan ilmu yang diperolehnya selama menjadi mitra Vale, Indah menjabarkan, kandungan hara pada kompos memang terbilang lebih sedikit dibandingkan pupuk anorganik. Oleh karena itu, penggunaannya harus dilakukan dengan volume yang sangat banyak, untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman. Namun, dilihat dari keuntungan yang bisa diberikan kompos untuk tanah dan tanaman, rasanya tidak rugi harus menggunakannya meskipun harus dalam volume yang besar. "Keuntungan yang diberikan kompos tidak hanya untuk saat ini, tetapi untuk jangka panjang. Bayangkan saja, jika masih konvensional (pupuk berbahan kimia, red) semakin dipupuk semakin gersang tanahnya. Tapi diawal penggunaan pupuk organik tidak langsung bagus, karena dikembalikan dulu kesuburan tanahnya, namun lama kelamaan akan semakin membaik dan hasilnya sangat memuaskan. Ibaratnya, berkorban diawal," tandasnya.
Di tempat yang sama, konsultan mitra PT Vale Ridwan Fajar Sidik mengatakan, dua desa di kecamatan Baula menerapkan program pupuk organik yang mendapat pendampingan dari PT Vale. Namun, awalnya berat untuk melahirkan kesadaran petani untuk memanfaatkan pupuk organik ketimbang pupuk kimia. Satu bulan para konsultan melakukan sosialisasi, mengajak para petani untuk bergabung dan mendapatkan pengetahuan
bahayanya racun dan pupuk kimia pada tanaman. "Disitu memang kita prosesnya cukup panjang, apalagi tidak semua yang kita datangi mau ikut bergabung, ditambah lagi harus ikut pelatihan selama empat hari berturut-turut, disini mereka dilatih dan dikenalkan seperti apa itu organik, lingkungannya seperti apa, tanahnya seperti apa. Nah, dari itu tumbuh di jiwa mereka bahwa kita itu harus berubah,"
ungkapnya.
Hal ini tentunya butuh perjuangan karena merubah mindset petani, yang tadinya serba praktis apa-apa tinggal beli di toko, sekarang segala sesuatunya dikerjakan sendiri, jadi sedikit menambah tenaga namun mengurangi biaya. "Kami pendampingan ini dari akhir tahun 2021, jadi ini sudah masuk tahun kedua. Saya lihat ternyata selama prosesnya mereka (petani, red) sangat senang didampingi. Kita juga tentunya pendampingannya merasa senang, artinya mereka butuh ilmunya kita berikan," jelasnya.
Namun, Ridwan sapaan akrab Ridwan Fajar Sidik, mengungkapkan jika masih ada kendala yang kerap dihadapi para petani, mulai dari beban kerja yang bertambah hingga proses penyediaan pupuk yang tergolong lama. "Kalau saya lihat teman-teman petani masih terkendala, yang tadinya serba instan sekarang dirubah harus ada pengerjaan dulu baru ada progres. Kemudian mungkin lebih ada beratnya itu
ketika saat ini masih secara swadaya, apapun itu dilakukan sendiri, bahkan mencincang bahan-bahan masih secara manual. Tetapi lama kelamaan pupuk ini sudah menjadi suatu kebutuhan wajib untuk para petani," terangnya.
Ridwan menanamkan filosofi kepada para petani binaannya, yakni biarkan tanaman yang menjawab kritikan. "Jadi ketika apa yang kita lakukan diragukan, maka nanti tanaman yang akan menjawab? Kok tanamannya tumbuh bagus, kok tanamannya hijaunya awet? Nah, itukan memicu daya tarik. Jadi saya mengingatkan agar para petani terus semangat, serta terus membangun ikatan seperti keluarga, sehingga program ini bisa
bertahan hingga masa mendatang," harapnya.
Sementara itu, Manager Community Development PT Vale Indonesia, Adam Chalid mengungkapkan, Rumah kompos dan bahan herbal petani merupakan salah satu program lanjutan pengembangan dari program Padi Sri Organik, melalui Program Mitra Desa Mandiri (PMDM) PT Vale. Program Rumah Kompos diharapkan menjadi salah satu unit UMKM sektor pertanian. "Penerapan dan pendampingan dalam penyiapan Kompos dan Mol (anti hama non pestisida bersumber dari bahan-bahan organik, red), tidak hanya terbatas penerapannya pada pertanian/persawahan yang hasil akhirnya berupa beras organik, tetapi selain itu banyak pengembangan sebagai multiplier effect dari penerapan SRI Organik ini dapat juga berimplementasi pada sektor usaha lain, seperti pembuatan rumah kompos dan bahan herbal," jelasnya.
Selain itu, sejak berjalannya program Padi SRI organik mulai November 2021, para petani binaan PT Vale telah mampu mengadopsi sistem SRI Organik, mulai dari pembuatan pupuk kompos yang berbahan baku dasar kotoran hewan dan bahan-bahan organik seperti beras, sekam, air kelapa dan lainnya. Yang lebih membanggakan kata Adam, kemampuan para petani binaan PT Vale dalam membuat kompos dan mol tidak hanya
sebatas untuk pemenuhan kebutuhan pribadi, tetapi kini mulai dikembangkan untuk dapat dipasarkan di lingkup petani, bahkan ke depan diharapkan dapat menjangkau pangsa pasar yang lebih luas.
Ia mengakui saat ini unit UMKM Rumah Kompos dan herbal milik Indah telah mampu didirikan dan dijalankan secara mandiri. Kedepan ia berharap, Rumah Kompos dan herbal seperti milik Indah dapat bertambah dan dikembangkan oleh para petani binaan PT Vale lainnya, sehingga dapat terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat petani, melalui sektor pertanian persawahan dan sektor unit UMKM Rumah Kompos dan Herbal. "Dukungan dan doa dari masyarakat serta pemerintah dalam menyukseskan program-program ini, sangat diharapkan demi keberlanjutannya. Guna mendukung dan menciptakan kemandirian pertanian, PT Vale pun mendukung dan mendampingi pembentukan Asosiasi Petani Organik Kolaka (Aspok) di Kolaka, yang InsyaAllah akan menjadi wadah bagi para petani organik dalam mengembangkan usahanya," tutup Adam. (*/ema)