Bangkitkan Ekonomi, Harmonisasi Kebijakan Jadi Kunci
KOLAKAPOS, Jakarta--Rembuk Nasional 2017 bertema Membangun untuk Kesejateraan Rakyat sukses digelar di ruang Lawu, Gedung Pusat Niaga, Jiexpo, Kemayoran, Jakarta, Senin (23/10).
Ada 12 bidang yang dibahas dalam rembuk nasional tersebut.
Salah satunya adalah sektor ekonomi yang pada 2017 mengambil tema Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Nasional yang Berkualitas melalui Revitalisasi Industri dan Pengembangan Industri Ekonomi Digital.
Lima pilar perbincangan dibahas antara pemerintah, akademisi, wakil pelaku usaha, organisasi sosial, mahasiswa, dan perbankan.
Yakni, hard and soft infrastruktur, peran fiskal untuk mendukung industri dan daya beli, stabilitas keuangan dan inovasi pembiayaan, kebijakan perdagangan dan industri, serta sinergi BUMN, swasta, operasi dan UMKM.
Nantinya, berbagai masukan itu akan disampaikan kepada Presiden Joko Widodo.
Ketua Tim Perumus Bidang Rembuk Ekonomi, Industri dan Perdagangan Hendri Saparini menjelaskan, acara itu bertujuan mencari masukan dari semua pemangku kepentingan tentang bagaimana meningkatkan kualitas pertumbuhan melalui industri dan digital dengan lima pilar.
“Tidak ada lagi alasan era perlambatan karena negara tetangga bisa tumbuh enam persen,” kata Hendri.
Dalam mengidentifikasi masukan untuk produsen, banyak informasi dari kalangan pelaku usaha yang meliputi proses praproduksi, produksi, dan pascaproduksi.
Pada proses praproduksi, kalangan pengusaha mengeluhkan sulitnya mendapatkan bahan baku, minimnya modal untuk UMKM dan pelaku usaha dengan kepala keluarga perempuan, serta suku bunga kredit perbankan yang belum juga turun.
Pada sisi produksi, masukan kepada pemerintah meliputi pentingnya riset dan regulasi yang bisa memberikan kepastian bagi dunia usaha.
Sedangkan pada sisi pascaproduksi, para usahawan membutuhkan perhatian pemerintah.
Terutama dari sisi harga, perlindungan dari persaingan yang tidak sehat, serta pengaturan tata niaga dan sistem logistik nasional.
Menurut ekonom kondang Faisal Basri, poin utama yang harus menjadi masukan ke Jokowi adalah sektor manufaktur yang sangat vital.
Sebab, selain memiliki sumbangan pajak sekitar 30 persen, sektor ini menyerap barang dari sektor pertanian.
Selain itu, sektor tersebut juga menjadi titik sentral pengambangan research and development yang berguna memperkukuh daya saing nasional.
“Saya kira kita perlu membangun prioritas. Katakanlah dengan fokus pada empat industri dulu. Misalnya, makanan dan minuman, farmasi, kimia dan herbal, komputer dan optikal, serta transport equipment,” kata Faisal.
Dia menambahkan, untuk membangun industri manufaktur harus memperhatikan aspek perencanaan dan pelaksanaan.
Tantangan yang sudah di depan mata bukan saja ASEAN Free Trade Area (AFTA), tetapi juga free trade agreement (FTA).
Selama ini, ada pengusaha Indonesia masih memanfaatkan FTA dari kemudahan impor.
Namun, pengusaha itu belum menggali bagaimana memasukkan barang ke negara mitra.
Di sisi lain, mantan Menteri Perdagangan Rachmat Gobel mengatakan, untuk membangun ekonomi yang berkualitas, pemerintah harus memperhatikan dan mengharmonisasikan tarif ekspor serta regulasi.
“Harmonisasi kebijakan itu penting agar tidak saling tumpang tindih. Misalnya, untuk urusan impor serahkan saja ke menteri perdagangan. Jangan sampai terjadi dualisme pengelolaan. Misalnya ada kebijakan impor sapi yang di Kementerian Pertanian, tetapi ada juga yang di Kementerian Perdagangan,” terang Gobel. (jos/jpnn)