Sekda TTS Terseret Kasus Korupsi Dana Mami

  • Bagikan
KOLAKAPOS, Kupang--Dakwaan Penuntut Umum dalam kasus korupsi dana makan minum (Mami) untuk kegiatan pelantikan Bupati-Wakil Bupati TTS periode 2014-2019 dan peresmian Kantor Bupati serta Kantor DPRD TTS yang menyeret Sekda TTS, Salmun Tabun semakin terang benderang. Salah satu fakta yang terungkap dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Selasa (11/7), yakni adanya dugaan mark up atau menaikkan/menggelembungkan harga dan jumlah daging sapi yang dibeli. Mark up ini muncul dari keterangan saksi Viktor Lobo yang dihadirkan di persidangan yang dipimpin hakim Edi Pramono, didampingi hakim anggota, Fransiska Paula Nino dan Ibnu Kholik. Menjawab pertanyaan JPU Kejari TTS, Oscar Douglas soal harga daging sapi, penjagal pada Rumah Potong Hewan (RPH) tersebut mengaku, daging sapi yang dibeli panitia darinya untuk kegiatan pelantikan bupati-wakil bupati sebanyak 100 kilogram (kg). Harga satu kg daging sapi saat itu sebesar Rp 60 ribu. Nyatanya, pada bukti yang dipegang JPU berupa pertanggungjawaban panitia, daging sapi yang dibeli tercatat sebanyak 300 kg. Sedangkan harga daging per kg tercatat sebesar Rp 70 ribu. Menjawab pertanyaan Mel Ndaomanu selaku penasihat hukum terdakwa, Viktor membenarkan adanya perbedaan harga sapi jantan dan sapi betina (khusus sapi hidup). Namun, dia tetap berpendirian bahwa daging sapi yang dibeli darinya hanya 100 kg dengan harga Rp 60 ribu per kg. Keterangannya Viktor mengenai jumlah dan harga daging sapi pada dasarnya tidak dipersoalkan oleh terdakwa Salmun Tabun. Namun, terdakwa hanya mempertanyakan jumlah penjagal yang ada di RPH dengan pertimbangan bahwa tidak semua daging sapi hanya dibeli pada satu orang penjagal/pedagang di RPH. “Penjagal di RPH ada 18 orang,” jawab Viktor seperti dilansir Timor Express (Jawa Pos Group). Selain saksi Viktor Lobo, pada persidangan kemarin, JPU juga menghadirkan saksi Abimelek Kause selaku Kasubag Rumah Tangga Pimpinan Daerah TTS dan Dance Abanat selaku Bendahara Barang pada Bagian Umum Setda TTS. Terkait adanya pekerjaan di rumah dinas Sekda TTS pada tahun 2013 yang disertakan JPU dalam dakwaanya, saksi Abimelek mengaku, beberapa item pekerjaan di rumah dinas Sekda TTS baru diketahuinya setelah diminta oleh Bendahara Pembantu di Bagian Umum Setda TTS untuk memeriksa hasil pekerjaan. Beberapa item pekerjaan tersebut diantaranya, pembangunan garasi, bak air, rehab dapur dan rehab teras. “Saya bersama Pak Dance diminta untuk periksa setelah pekerjaan selesai. Nilai pekerjaan kami tidak tahu. PPK kami juga tidak tahu. Sedangkan PA (Pengguna Anggaran, Red) atas nama Sekda TTS,” katanya di hadapan JPU, Oscar Douglas, Patrik Neonbeni dan Nelson Tahik. Abimelek menambahkan, dalam pemeriksaan hasil pekerjaan, mereka sama sekali tidak dilengkapi dengan draft dan gambar. Kendati demikian, mereka tetap menandatangani berita acara pemeriksaan hasil pekerjaan. “Kami terpaksa tandatangan saja atas perintah atasan. Karena kalau tidak tandatangan, pasti ada risikonya,” ujarnya. Selanjutnya, menjawab pertanyaan Mel Ndaomanu (PH terdakwa) mengenai anggaran pemeliharaan rumah dinas Sekda TTS yang ada dalam DPA Bagian Umum, saksi Abimelek mengaku tidak tahu sama sekali. Terkait kegiatan pelantikan bupati-wakil bupati yang ditanyakan JPU, saksi Dance Abanat mengaku tidak dilibatkan dalam kepanitiaan. Untuk itu, dia tidak pernah tahu mengenai peralatan dapur yang disewakan panitia. Namun setelah kegiatan pelantikan selesai, dia diminta untuk menandatangani berita acara penerimaan barang untuk kepentingan pertanggungjawaban. Ditanya soal ketersediaan menu makanan saat kegiatan pelantikan oleh PH terdakwa, Dance mengaku, makanan yang tersedia cukup banyak, sehingga ada yang kelebihan. Padahal undangan dan masyarakat yang hadir juga banyak. “Tidak ada keributan sedikitpun mengenai makanan,” katanya. Saksi Abimelek juga mengaku tidak pernah diperiksa Inspektorat TTS, sekalipun hasil rekomendasi Inspektorat, sebagaimana disinggung Philipus Fernandes (PH terdakwa), lebih banyak menyangkut Tupoksi Abimelek. Dia beralasan, banyaknya rekomendasi Inspektorat bisa jadi karena praktik selama ini, SPJ sudah disiapkan bendahara baru diminta kepada mereka untuk ditandatangani demi kepentingan pencairan dan pertanggungjawaban. “Dipaksa memang tidak, tapi kami tertekan. Tidak mau tandatangan, tapi tetap saja kami diminta untuk tanda tangan. Tapi khusus mengenai makan minum untuk pelantikan, kami tidak mau tanda tangan,” tegasnya. (jpnn)
  • Bagikan